Sebelum Tahun 1972 masyarakat Nahdliyin Sendangharjo yang tidak memilih SD, bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Lembor yang sudah lebih dulu berdiri sejak tahun 1960-an. Maka munculah keinginan dari para tokoh NU Sendangharjo untuk mendirikan Madrasah sendiri. Tokoh-tokoh tersebut antara lain: Bpk. Subari, Bpk. Kurdi, Bpk. Hasan Munabit, dll. Ide tersebut disampaikan kepada Kyai Mu’id tokoh sentral saat itu, namun Beliau belum memberikan restu karena pertimbangan situasi politik. Baru pada malam Jum’at Wage tanggal 19 Romadlon 1392 H/ 27 Oktober 1972 M bertempat di Langgar Agung, ide pendirian Madrasah tersebut direstui oleh Kyai Mu’id (Tanggal ini selanjutnya kita peringati sebagai hari lahir madrasah).
Setelah mendapatkan restu, malam itu juga tanpa menunggu esok hari dua penggerak utama yaitu Bapak Subari dan Bapak Kurdi berangkat ke Karangjiwo untuk menemui Bapak Hasan Munabid (Pak Mulkan); seorang veteran yang kaya pengalaman dan banyak akses dengan dunia luar. Kedatangan mereka bermaksud mengajak Bapak Hasan Munabid untuk menemui sekaligus meminang Kyai Moh. Ashari untuk ikut berjuang membangun madrasah di Sendangharjo. Beberapa hari sebelumnya, di rumah Mbah Ngabid diadakan diskusi kecil seputar pendirian madrasah, yang salah satu agendanya ingin menghadirkan guru dari luar desa (mengingat pada saat itu SDM yang ada dirasa belum cukup). Atas usulan Bpk. Hasan Munabit diajukan nama Kyai Ayshari dari desa Bangeran Paciran, seorang santri alumni Langitan yang dipandang mampu untuk memimpin sekolah. Berangkatlah ketiga pejuang tersebut menuju Desa Bangeran pada malam itu juga dengan berjalan kaki melalui rute Widhe-Karangjiwo-Laren-Bangeran. Menjelang sahur sampailah mereka di tempat tujuan.
Nama DARUL ULUM diambil Atas saran dari Bpk. H. Umar Said, Kepala KUA Kec. Brondong saat itu yang berasal dari desa Wedung. Sekali lagi, ini bermuatan politis. Nama tersebut diambil biar sama dengan milik KH. Musta’in Peterongan yang dekat dengan Golkar.
Kegiatan belajar mengajar segera diadakan meskipun belum punya ijin operasional. Karena belum punya tanah dan gedung, kegiatan belajar mula-mula diadakan dirumah Bpk. Sumbadi Pak Suwati dan Bpk. Sumbadi pak Asruti (kebetulan dua orang ini memiliki nama sama). Guru perintis terdiri dari empat orang, yaitu Bpk. Musibat, Bpk. Sudarwam, Bpk. Raspandi, dan Bpk. Ahmad Aziz (Mataji); nama terakhir ini didaulat sebagai kepala madrasah karena Kyai Ashari belum datang. Adapun Kyai Ashari baru datang pada tanggal 5 Februari 1973. Setelah Kyai Ashari datang tugas kepala madrasah dibebankan pada beliau merangkap sebagai guru. Pada awal kedatangannya ini beliau ditempatkan di rumah Bpk. H. Masyhadi/Hj. Murwati. Segera setelah didaulat sebagai kepala sekolah, Kyai Ashari bersama pengurus mengusahakan diterbitkannya ijin operasional madrasah dari departemen agama. Usaha untuk mendapatkan ijin operasional ini tidaklah mudah, beberapa kali pengurus (dalam hal ini Bpk Kurdi dan Bpk. Subari) harus dipanggil aparat kepolisian. Naun, setelah melalui usaha yang konsisten dan beberapa peristiwa dramatis ijin operasional tersebut bisa didapatkan pada tanggal 20 Maret 1978 ditandatangani Bapak Romadhon Mutoyib, BA selaku Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam Departemen Agama Propinsi Jawa Timur.
Merasa kekurangan tenaga pendidik pada tahun 1974 didatangkan 2 tenaga guru lagi dari Sidayu Gresik yaitu : Ibu Muhimmah dan Ibu Muhani’ah.
Selama kurang lebih empat tahun kegiatan belajar diadakan di rumah warga dan baru pada sekitar tahun 1976 madrasah mendirikan gedung sendiri di lokasi sekarang setelah mendapat tanah wakaf dari Bapak Sekdes Madadi.
Pada periode awal ini tokoh-tokoh yang terlibat dalam kepengurusan adalah : Bpk. Ngasir (ketua) Bpk. Subari, Bpk. Sumbadi (alm), Bpk. Matrail, Bpk. Karsidik, Bpk. Pandes, Bpk. Kasumaji.
-Periode kepungurusan kedua dipimpin oleh Bpk. Mat Dra’i 1982 – 1984
-Periode kepungurusan ketiga Bpk. Muchazim 1984 - 1994
-Periode kepungurusan keempat Bpk. Syukur 1994 - 2002
-Periode kepungurusan kelima Bpk. Umar Faruq
-Periode kepungurusan keenam Bpk. Zainuddin